Djokjakarta

Sunday 8 February 2015

DJATUHNJA LAPANGAN TERBANG MAGUWO

Tanggal 19 Desember 1948 tentara Belanda dengan mendadak menjerbu ibukota RI Jogjakarta. Delegasi Belanda telah meninggalkan tempat perundingan di Kaliurang jang dapat dikatakan belum selesai. Komisi Tiga Negara, begitupun delegasi Indonesia masih di Kaloiurang. Pemerintah RI hari 18 Desember 1948 masih menerima kabar, bahwa Konsul Djendral Inggris tgl 19 Desember pagi akan datang di Jogja untuk mentjari djalan keluar dan mengatasi ketegangan jang timbul dalam perundingan di Kaliurang waktu itu.
Beberapa hari sebelumnja ada diumumkan dengan resmi akan adanja latihan perang. Bahkan Presiden Sukarno menurut rentjana hari itu pula akan bertolak ke India.
Mengingat faktor2 ini, maka bukan tidak mustahil kalau banjak orang sekali2 tidak menduga2 akan adanja penjerbuan itu.
Apa jang terdjadi, banjak orang sudah mendjadi kenang-kenangan jang kabur, bagi orang-orang lain masih tertjatat dengan tadjam dalam ingatan. Banjak airmata dan darah mengalir, tapi sang tempo jang maha-murah telah berhasil melunakkan kepedihan2 dari masa jang silam ini.
Ada menarik djuga kenjataan bahwa tjatatan orang-orang jang berada dikota Jogja waktu itu, banjak jg sudah terlupa, sebaliknja sering hal2 jang ketjil diingatkannja. Djuga karena orang2 itu menjaksikannja dari tempat2 jang berlainan atau hanja karena mendengarnja dari berbagai2 fihak, maka sering tjerita2nja berlainan.
Tjatatan kisah2 ini adalah dokumen pribadi jang dihimpun pada tahun 1955, alias 7 tahun setelah peristiwa Jogja diserbu tentara Belanda pada tanggal 19 Desember 1948.
*
Pak Sastrosuwito, seorang kepala dukuh dalam desa Maguwohardjo, tidak djauh dari lapang terbang Maguwo menjaksikan dari dekat pagi2 serangan pesawat2 Belanda, jg bukan sadja ditujukan pada lapangterbang, djuga desa2 disekitarnja.
Ia menuturkan kesan2nja sbb:
“Kl. djam 5.30 kapal terbang tampak terbang berkeliling, semakin lama semakin lebar lingkarannja. Semua tidak saja duga sama sekali bahwa itu adalah pesawat2 terbang Belanda. Maklum masih agak remang2. Dan lagi pula, hari itu katanja akan ada latihan perang. Pula Bung Karno kabarnja akan berangkat ke India.
Pesawat2 terbang jang mula2 muntjul ialah pemburu2, tjotjor merah. Tidak antara lama berkeliling2 itu, sekonjong mereka menembak2, menghambur2-kan pelurunja. Seketika saja tahu, itu pesawat musuh. Pesawat terbang jang saja saksikan datangnja dalam 3 gelombang. Pertama2 pemburu, kemudian pembom, dan jang mendjatuhkan pajung2 udara.
Peluru dan bom djatuh dan meledak berserakan. Rakjat waktu itu sebagian ada jang segera masuk lobang perlindungan, jang memang telah lama tersedia. Djuga tidak sedikit jang segera mengungsi.
Saja tidak tahu lagi apa jang terdjadi sesudah djam 08.30. Karena pada waktu itu saja segera keluar desa menudju utara. Ini terdorong oleh gelagat2 jang tidak enak, terutama ketika saja melihat pesawat2 itu tidak hanja memuntahkan peluru, tapi djuga mendjatuhkan parasut2, jang ternjata bukan hanja membawa barang, tapi djuga pasukan2.
*
George Mc. Turnan Kahin dalam bukunja “Nationalism and Revolution ing Indonesia” (terbitan Cornell University Press) menulis:
“Kabar pertama tentang pelanggaran Persetudjuan Renville jang dilakukan oleh Belanda, diterima di Jogjakarta pada djam setengah enam pagi, dengan adanja penjerangan2 atas lapangan terbang Maguwo. Kapal2 terbang pembom Mitchell menghantjurkan seluruh pasukan jang sedang bertugas dilapangan terbang Maguwo, dalam satu djam. Kemudian k.l. 900 parasutyis Belanda turun kebawah dan menguasai lapangan terbang ini. Sesudah itu mengalirlah pasukan2 Belanda dengan perbekalannja, dari pangkalan udara Belanda dekat Semarang k.l. 80 mil dari Jogjakarta….”
*
Sugiono dalam buku “Kissah djatuhnja ibu kota Republik Indonesia: Jogjakarta” (penerbitan “Nusantara” Jogjakarta) menulis:
“Lapangan terbang Maguwo sedjak pagi itu telah dikepung oleh pembom2 Belanda jg kemudian menghantjurkan bangunan2 jang berada disekitar lapangan tersebut, antara lain gedung2 asrama keluarga anggota2 Angkatan Udara.
Banjak pula diantara mereka jang mendjadi korban keganasan pembom2 Belanda ini, baik jang mati maupun jang menderita luka2.
Seorang ibu terpaksa melahirkan anak ditengah2 djalan, meskipun belum waktunja lahir, disebabkan oleh karena terkedjut dan terpaksa harus lari dalam djarak djauh.
Banjak pula diantara pradjurit2 pengawal lapangan terbang tersebut gugur akibat serangan2 jang dahsjat dari pembom2 Belanda. Mereka mempertahankan Maguwo hingga peluru jang penghabisan dan achirnja hingga gugur sebagai pahlawan bangsa”.
*
“Buku peringtatan “Sewindu AURI” jang dikeluarkan oleh MB Auri dalam tahun 1954 menulis tentang peristiwa ini sbb:
“Dengan setjara mendadak pada tgl. 19 Desember dilakukan serangan udara terhadap lapangan terbang Maguwo dan kemudian menduduki ibu-kota Jogja.
Pangkalan Maguwo dipertahankan oleh Kadet Udara Kasmiran dengan djumlah anggauta jang lebih ketjil daripada musuh jang diturunkan dari udara, setelah mereka melakukan penembakan dan pemboman.
Namun meskipun begitu ia tetap bertahan dan gugur sebagai kusuma bangsa bersama dengan praktis semua anggauta2 bawahannja, baik militer maupun sipil.
Sebuah pesawat terbang lalu-lintas “De Havilland” 86 jang baru dibeli oleh Republik dan jang masih berada di Maguwo dibawa oleh Belanda ke Andir.
Selain dari itu pada tgl. 19 Desember djatuh djuga ketangan musuh sebuah Catalina kepunjaan James Felming dengan nomor pendaftaran Republik RI-006. Ia mendarat dengan tidak setahu tentang adanja peristiwa penjerangan dan pendudukan Maguwo oleh Belanda”.
*
PRESIDEN R.I. DITANGKAP
Bekas pelajan Istana:
Sdr2 Gendon, Giman dan Kabul adalah bekas pelajan Istana negara jang kini masih bekerdja di Gedung Negara, bekas istana tsb. Mereka termasuk diantara 5 orang pelajan jang ikut tertawan pada saat itu. Mereka menuturkan apa jang mereka saksikan pada saat2 genting itu sbb:
“Sekalipun kapal2 terbang Belanda meraung2 dan menjemburkan peluru mautnja, keadaan di Istana dapat dikatakan tenang. Tiap pelajan melakukan kewadjiban masing2 seperti hari2 biasa, dengan diselang-seling masuk lobang perlindungan. Banjak pembesar2 waktu itu berkumpul, bersidang diruang belakang.
Dari seluruh bangunan kompleks Istana hanja satu bagian sadja rusak genting2nja, karena kedjatuhan mortir. Untung tidak ada korban djatuh.
Tembak menembak seru siang hari terdjadi didepan Istana, sampai dikibarkan bendera putih tanda menjerah. Itu waktu kl. pukul 15.00. Tentara Belanda mulai memasuki Istana. Ada sementara pelajan jang dapat meloloskan diri.
Saja waktu itu sebetulnja sudah berhasil keluar Istana, demikian sdr. Giman. Tapi serenta mendengar perintah berkumpul bagi pasukan2 pengawal, saja ikut kembali masuk. Saja tidak tahu bahwa sudah menjerah, dan dengan begitu saja ikut tertawan, bersama dgn 4 orang pelajan lainnja, ialah Gendon, Kabul, Martosuhardjo dan Gondopawiro, jang tidak sempat lagi meloloskan diri.
Mereka menjaksikan pula Presiden dan Wakil Presiden diangkut dengan jeep oleh Belanda keluar dari Istana hari Senen paginja. Sementara itu mereka saksikan pula pembesar2 pemerintahan lainnja diangkut dan dikumpulkan mendjadi satu di Istana Negara sbg tawanan, dan setjara berangsur2 pula diangkut keluar Istana ketempat pembuangan.
Bekas Intendans Istana:
Pak Ngatidjo, seorang pegawai Sek. Musik di Jogja, djuga memiliki pengalaman2 pada saat penjerangan tentara Belanda itu. Waktu itu ia masih mendjabat anggota Staf Rumah Tangga Istana Negara, sebagai Intendans. Dituturkan pengalaman dan kesan2nja pada saat2 genting itu sbb:
“Presiden pada saat penjerangan itu pagi2 sudah bangun, tapi masih dalam pijama. Saja waktu itu sedang sibuk2nja mengurusi anak2 anggota CPM jang semalam2an baru sadja mengadakan razzia.
Kalau tidak salah, orang jang pertama2 datang di Istana ialah Komodor Surjadarma, kl. djam 06.30. Bung Sjahrir waktu itu menginap di Istana, belum lama datang dari Djakarta.
Antara lain jang dapat saja saksikan waktu itu ialah perundingan2 jang dilakukan diruang belakang. Tapi apa jang dirundingkan saja tidak tahu. Kesibukan2 memang tampak waktu itu. Tapi semuanja berdjalan dengan tenang.
Benteng Vredenburg dimuka Istana dibom. Bu Fatmawati dengan semua wanita dan anak2 dikumpulkan dalam sebuah kamar diruang paviljun disebelah utara.
Pendek kata sampai sekian lama dalam Istana semuanja tenang. Tapi ini berobah dengan segera ketika dikibarkan bendera putih. Waktu itu saja melihat gelagat2 jang tidak enak. Begitupun saja rasa anggota2 pengawal jang sampai waktu itu tetap mengadakan perlawanan seru.
*
Suasana panik…..
Suasana panik timbul. Apa jg terdjadi kemudian saja tidak tahu. Melihat gelagat jg tidak enak itu, saja segera melontjat melalui tembok belakang, keluar — dan dgn setjara kebetulan bertemu dengan Letkol Latief, jang segera mengadjak saja keluar kota, Bantul, untuk membikin verslag tentang apa jang saja ketahui tentang keadaan Istana waktu itu”.
Demikian Pak Ngatidjo, jang pernah mendjabat Intendans Istana Negara di Jogja.
*
George MC.Turnan Kahin menulis:
“Kira2 tengah hari, setelah kota Jogja dikepung, Brigade Marine Belanda, ditambah dengan pasukan2 Ambon dari KNIL telah berhasil menjusup kedalam pusat kota, ketempat Istana Presiden.
Para pengawal Istana mempertahankan diri, tetapi kemudian diperintahkan oleh Sukarno untuk menjerah, karena penjerang2 terlalu banjak…..”
*
Dan beginilah tjeriteranja wartawan Antara Sugiono dalam bukunja:
“Kira2 pada djam 16.00 pasukan pelopor Belanda telah mengepung Istana Presiden. Perlawanan dari pasukan pengawal Istana berdjalan dengan seru, sehingga menjebabkan banjak korban dari pihak Belanda. Pasukan pengawal Istana itu walaupun telah diperintahkan oleh pihak atasan untuk tidak mengadakan perlawanan, namun sekali itu mereka “tidak mau taat” kepada perintah tersebut. Mereka tidak ingin Istana dan Presidennja dihina oleh orang lain.
Pasukan2 pelopor Belanda membalas perlawanan pengawal2 Istana itu dengan tembakan sendjata berat. Ketika mengetahui bahwa pengawal tidak mau menjerah begitu sadja, maka pihak tentara Belanda mengantjam hendak menghantjur-leburkan Istana serta seisinja apabila pihak Istana tidak menghentikan perlawanannja.
Dengan pertimbangn2 jang mungkin memakai perasaan seisi Istana dan pengawal2 maka terpaksalah perlawanan dihentikan, meskipun dengan hati parah.
Kemudian kain putih dikembangkan orang didepan Istana tanda tiada perlawanan lagi. Dengan dilambai2kannja kain putih oleh seorang pegawai Istana tersebut, mengertilah Belanda bahwa seisi Istana telah menghentikan perlawanannja. Antjaman2 jang berupa tembakan granat dan tembakan2 lainnja oleh Belanda segera dihentikan”.
*
Nasibnja 3 maklumat pemerintah jg terachir
Sebelum Belanda berhasil menduduki seluruh kota Jogjakarta, dan menangkap presiden Sukarno beserta lainnja, pemerintah R.I. dalam sebuah sidang kabinet jang kilat telah membikin 3 maklumat Pengumuman pemerintah RI, amanat pres. dan wk.pres. jg a.l. mengandjurkan kepada rakjat untuk meneruskan perdjuangan melawan Belanda, dan bahwa Pemerintah tetap melakukan kewadjibannja apapun.
Maklumat wk. Presidenlah, jang djuga merangkap menteri Pertahanan a.l. telah merupakan suatu order Harian, dan memberi kuasa kepada Angkatan Perang dan semua instansi Negara untuk berdjuang terus.
Soalnja sekarang ialah apakah ke-3 maklumat ini dapat tertangkap oleh orang banjak atau tidak, dan apa sebab2nja.
Menarik djuga laporan masing2 orang mengenai hal ini:
Sugiono menulis dalam bukunja:
“Kantor berita “Antara” jang sedjak pagi itu telah siap dengan pemantjarnja, segera dapat menjiarkan berita2 keseluruh dunia. Djuga amanat Presiden dan wkl presiden jg ditudjukan kepada seluruh rakjat Indonesia sebagian besar masih dapat disiarkan oleh KB tersebut sampai pada saat2 keadaan tidak memungkinkan lagi bagi marconist untuk mendjalankan kewadjibannja.
Djuga RRI masih sempat pula menjiarkan pengumuman pemerintah dan amanat Presiden dan Wk. presiden. Radio2 umum dan radio2 jang ada didalam rumah, segera dikerumuni oleh orang guna mendengarkan siaran2 jang sangat penting itu, jang diachiri dengan amanat Presiden dan Wk.Presiden jang sangat mengharukan bagi seluruh rakjat jang mendengarnja”.
*
Sebaliknja George Kahin menulis:
“Jang sangat penting buat orang2 Belanda ialah kenjataan bahwa mereka berhasil membungkemkan stasion RRI Jogja, sebelum Sukarno, Hatta dan Natsir berhasil mengutjapkan pidato2nja berisi andjuran2 dan petundjuk2 kepada rakjat. Pidato2 ini disiapkan tidak lama setelah sidang kabinet di Istana Presiden djam 10 pagi.
Isi daripada pidato ini tidak diketahui oleh orang2 Indonesia diluar Jogjakarta, dan djuga tidak diketahui oleh Komisi Djasa2 Baik dari PBB. Mereka baru memperolehnja pada pertengahan bulan Djanuari 1949, setelah seorang Amerika memperolehnja dari Gerakan Bawah Tanah di Jogja, dengan bantuan dua wanita Indonesia jang berani, nona2 Jo Abdurachman dan Jo Kurianingrat”.
*
Dan menurut buku “Sedjarah Radio di Indonesia” (terbitan RRI 1953), duduk perkaranja adalah sebagai berikut:
“Siaran2 berdjalan terus. Sebab pemantjar2 masih diudara. Tidak lama kemudian ada bunji tilpon mendering dari Kaliurang, mendering terus, segera diterima. Kawan2 Seksi Dalam Negeri, maupun Luar Negeri berkumpul mendengarkan pengumuman Pemerintah jang didiktekan dari Kaliurang. Ini segera disiarkan, disiarkan dengan segenap pemantjar.
Dalam pada itu pengeboman dengan bomber penjelundup berdjalan terus. Sasarannja benteng, jang terletak didepan studio RRI. Sekali bom djatuh. Kawan2 masih bertahan, sambil menjiapkan apa2 jang perlu.
Bom kedua didekat benteng. Pegawai2 Radio melontjat dari tembok belakang, lewat alun2 mentjari tempat. Tidak antara lama djuga pemantjar2 lenjap dari udara…..”
*
Duduk perkara jang sebenarnja menurut laporan Sumarmadi, tadinja kepala studio Jogja, jang sekarang bekerdja sebagai kepala bagian siaran di Djakarta ialah sbb: “Selagi orang2 distudio menjiarkan maklumat2 tadi, sebetulnja pemantjar2 jang letaknja lebih dekat Maguwo sudah diduduki Belanda terlebih dahulu dan dibungkemkan sehingga apa jang diutjapkan didalam studio, toh tidak terdengar orang”.
Dan maklumat2 perintah ini kemudian disebar2kan didalam kota setjara “dibawah tanah”, hal mana djuga ditulis oleh George Kahin, dan oleh pelapor kita jang lain Pak Besut sbb:
“Selama 1 bulan saja “bergerilja” dalam kota dengan menjebarkan surat2 selebaran amanat Bung Hatta sebelum ditangkap, dll, disamping mentjari penghidupan dengan sdr2 Harjoto, Suirjodipuro dari RRI siaran luar negeri, dll. Pada tg. 15 Djanuari 1949 ketika sedang berunding dengan kawan2 redaksi “Nasional” di Bedji, maka datang Letnan Bakker dari IVG atas petundjuk seorang mata2 bangsa Indonesia mentjari seorang jg bernama “Pisut”.
Dari petundjuk mata2 jang berada didjalan raja, maka diketahui saja adalah Pak Besut dan dengan antjaman stengun harus berdiri didekat tembok muka kantor. Bersama2 dengan sdr Mashud Hardjokusumo dan sdr. S.Bromartojo (sekarang anggota konsulat RI di Bangkok) saja dibawa kekantor IVG.
Dengan surat Mgr.Sugijopranoto S,J., Apostolis Vicaris di Semarang jang waktu itu berada di Jogja, maka isteri saja berhasil menemukan saja di IVG setelah berdebat dengan komandan IVG Major Vosveld. Mungkin oleh karena itu, maka selama di IVG saja terhindar dari pukulan2 dan penganiajaan lain2, lebih2 hilang tak tertentu kuburnja seperti kepala PTT Suharto jang ditangkap oleh Belanda sore hari sesudah penangkapan saja.
Beberapa djam sebelum ditangkap, saja masih bertemu dengan sdr.Suharto didjembatan Kewek, tempat ditembaknja sdr.Ruslan Abdulgani sebulan jl. Dan dalam pertemuan itu sdr.Suharto mengutjapkan “andum slamet” kepada saja, ternjata utjapan itu sebagai kata terachir.
Dari dokumen pribadi/SIASAT 1955.

Sumber : Supartobrata

No comments:

Post a Comment