ditulis oleh: Mayjen TNI (Purn) Sukotjo Tjokroatmodjo
KETUA UMUM BADAN PENGURUS PUSAT PAGUYUBAN WEHRKREIS (DAERAH PERLAWANAN) III YOGYAKARTA
Berdasarkan perintah komandan Brigade X/Wehrkreis (Daerah Perlawanan)
III Yogyakarta, pasukan Batalyon 151 Brigade X, Divisi III Diponegoro
pada tanggal 11 Mei 1949 pindah dari SWK (Sub Wehrkreis) 103 A Yogya
Barat ke SWK 105 Yogya Timur. Pemindahan ini dilakukan sebagai langkah
antisipasi kemungkinan ditariknya mundur tentara Belanda dari seluruh
Indonesia yang dalam kenyataan nantinya dari Daerah Istimewa Yogyakarta
pada tanggal 29 Juni 1949 (peristiwa Yogya Kembali).
Kedatangan pasukan Batalyon 151 di daerah segitiga Prambanan, Piyungan
dan Berbah disambut dengan gembira oleh rakyat penduduk desa Madurejo
dan sekitarnya, karena selama ini tentara Belanda di daerah antara
Prambanan dan Piyungan belum pernah diserang oleh pihak Indonesia.
Dengan kehadiran Batalyon 151 di daerah tersebut rakyat sangat
mengharapkan pasukan Batalyon 151 melakukan serangan terhadap tentara
Belanda di daerah itu.
Oleh sebab itu perlawanan bulan Juni 1949 Dua kompi pasukan Batalyon
151, satu regu Tentara Genie Pelajar (TGP) dan dibantu oleh rakyat
setempat melakukan serangan terhadap konvoi tentara Belanda di jalan
raya Prambanan, Piyungan, Wonosari sebelah dusun Serut.
Dalam persiapannya pasukan kita telah dapat memperoleh dua bom lengkap
dengan detonator listrik masing-masing seberat 250 kg, dari gudang
senjata peninggalan Belanda tahun 1942. Gudang senjata ini adalah sebuah
gua yang berlokasi di bukit Pengklik, Berbah.
Bom-bom tersebut oleh para pejuang bersama rakyat diangkut dan ditanam
di jalan raya tersebut di atas.
Pasukan pejuang diberangkatkan dari dusun Berbah setelah matahari
terbenam dan sampai di lokasi sekitar pukul 8 pagi. Setiba di tempat
pasukan langsung mengadakan persiapan berupa penanaman bom-bom (ditanam
dengan jarak ± 50 m dari jalan raya dan menentukan tempat-tempat
pertahanan (steling).
Dengan dilengkapi dua bom tersebut di atas dengan detonator listrik
memungkinkan komandan pasukan memilih/menentukan waktu yang tepat untuk
meledakkan bom.
Menjelang pukul 08.00 pagi terdengar gemuruhnya suara konvoi yang datang
dari arah Prambanan menuju ke selatan arah Piyungan – Wonosari. Konvoi
dibiarkan mendekat dan pada saat sebagian besar kendaraan konvoi yang
terdiri dari kendaraan lapis baja, brencarrier, truk dan jeep berada di
antara atau dekat dua bom tersebut maka kedua bom diledakkan secara
simultan.
Sangat beruntung bagi pasukan dan rakyat Indonesia waktu itu, bahwa
tentara Belanda tidak menaruh curiga atas adanya bom-bom tersebut. Oleh
sebab itu, tentara Belanda pada serangan Serut ini menderita kerugian
yang sangat besar, baik kerugian jiwa maupun kerugian material.
Sebagai akibat dari ledakan-ledakan bom terlihat banyak anggota badan
dan tengkorak tentara Belanda berserakan di sawah dan ladang sekitar
kejadian, demikian juga potongan-potongan/kepingan-kepingan kendaraan
lapis baja, truk dan jeep.
Tentara Belanda yang selamat langsung mengkonsolidasi diri dan terjadi
tembak-menembak antara kedua pihak. Selama berlangsungnya
tembak-menembak sebagian tentara Belanda tampak mengupayakan
penyelamatan jenazah-jenazah dan yang luka-luka dari pihak mereka.
Setelah itu sisa-sisa konvoi tentara Belanda berbalik arah dan kembali
ke pangkalannya di pabrik gula Tanjung Tirto dan lapangan terbang Maguwo
(sekarang Bandar Udara Internasional Adisucipto).
Pada peristiwa itu dari pihak rakyat Serut, Regu TGP maupun Batalyon 151
tidak ada korban apapun.
Demikian salah satu kisah yang membuktikan persatuan dan kemanunggalan
rakyat, pemerintah daerah serta pasukan TNI dalam perjuangannya tanpa
pamrih menegakkan kemerdekaan Republik Indonesia.
Akhirnya setelah tentara Belanda mundur dari pangkalan udara Maguwo pada
tanggal 28 Juni 1949, Batalyon 151 ditugaskan untuk menduduki komplek
pabrik gula Tanjung Tirto serta prasarana penghubungan udara Maguwo,
yang sampai penyerahan kedaulatan dari pemerintah Belanda kepada
Republik Indonesia Serikat, merupakan satu-satunya koridor udara
penghubungan Internasional Pemerintah Pusat Republik Indonesia Serikat.
Para pelaku serangan Serut dewasa ini banyak yang sudah dipanggil oleh
Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu untuk mereka beserta keluarga dan
keturunannya kita panjatkan do’a kepada Tuhan Yang Maha Esa, memohon
agar kepada mereka dilimpahkan rahmat-Nya sebanyak-banyaknya.
Monumen hidup yang berbentuk balai desa dan ruang-ruang pelatihan ini
dipersembahkan oleh Paguyuban Wehrkreis (daerah Perlawanan) III
Yogyakarta kepada rakyat desa Madurejo dan sekitarnya dengan harapan
bahwa kemudahan ini dapat dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat
setempat dalam meningkatkan potensi sumber daya manusia, terutama
generasi penerusnya.
Monumen Pertempuran Serut diresmikan oleh Gubernur Daerah Istimewa
Yogyakarta pada tanggal 2 Oktober 2004.
Jakarta, 9 Mei 2012
Sumber : http://pwk3yogyakarta.blogspot.com/2012/06/kisah-pertempuran-di-dusun-serutditulis.html
No comments:
Post a Comment