Djokjakarta

Sunday 12 January 2014

ADISUTJIPTO



Adisutjipto menjadi kadet MLOS, hingga diwisuda sebagai calon penerbang (vaandrig pilot) tahun 1941 dengan kualifikasi groot militaire brevet (GMB) atau penerbang kelas satu dari sepuluh penerbang, hanya dua orang mengantongi GMB, satunya Sambudjo Hurip yang kemudian gugur bersama pesawat B-10 Glenn Martin ketika terjebak perang udara dengan Jepang di Semenanjung Malaya, 19 Januari 1942. Di tempat yang sama pula Adisutjipto berkenalan dengan Suryadi Suryadarma, seorang perwira lulusan Breda yang tengah mengikuti pendidikan ML.

Ketika Jepang mendarat Maret 1942, peta penerbangan Hindia Belanda berubah. Adisutjipto yang ketika PD II pecah ditempatkan di skadron intai di Jawa beserta rekan-rekannya seperti Sujono, Sulistyo, dan Husein Sastranegara, tidak pernah lagi terbang. Semua yang berbau Belanda dimusnahkan. Untuk mengisi kekosongan, Cip bekerja di perusahaan angkutan bus milik Jepang.

Sejak pekik kemerdekaan berkumandang 17 Agustus 1945, satu demi satu muncul berbagai tuntutan. Termasuk penerbangan militer. Suryadarma bertindak cepat. Para eks penerbang AU Hindia Belanda, seperti Adisutjipto, dipanggilnya. Berbagai langkah konsolidasi, mulai dari mengumpulkan ratusan pesawat sampai mengupayakan perbaikan pesawat-pesawat peninggalan Jepang, diambil.

Usaha Suryadarma langsung berbuah. Buktinya, Adisutjipto berhasil menerbangkan pesawat Nishikoren dari Cibereum ke Maguwo, 10 Oktober 1945. Peristiwa ini tercatat sebagai penerbangan pertama di wilayah RI merdeka oleh awak Indonesia. Tujuhbelas hari kemudian, kembali Adisutjipto membakar semangat perjuangan dengan menerbangkan pesawat Cureng bertanda merah putih. Peristiwa ini mengukir lagi catatan sejarah, sebagai penerbangan berbendera merah putih pertama di tanah air.

Banyak sortie diikuti Adisutjipto dalam penerbangan ujicoba ke berbagai tempat. Di saat bersamaan, kebutuhan penerbang mulai terasa. Untuk itulah, 1 Desember 1945, Suryadarma memerintahkan membentuk sekolah penerbang di Maguwo, Yogjakarta. Adisutjipto ditunjuk sebagai kepala sekolah. Sementara Iswahyudi dan Imam Suwongso Wirjosaputro, dipercaya sebagai instruktur.

Sembilan April 1946, AURI diresmikan sebagai angkatan yang mandiri. Pimpinan dipercayakan kepada Komodor Suryadi Suryadarma. Wakil I dipegang Komodor Sukarnen Martokusumo, sementara Komodor Adisutjipto dipercaya sebagai wakil II.

Belanda belum puas. Perang kembali pecah (Agresi I). Berbarengan, Adisutjipto dan Abdulrachman Saleh diperintahkan ke India mengambil bantuan obat-obatan dari palang merah internasional, termasuk mencari instruktur sekolah penerbangnya. Keberangkatan pesawat Dakota ini, mendapat publikasi luas dari media massa dalam dan luar negeri. Penerobosan blokade udara Belanda menuju India dan Pakistan berhasil dilakukan tapi pada tanggal 29 Juli 1947, ketika pesawat berencana kembali ke Yogyakarta, harian "Malayan Times" memberitakan bahwa penerbangan Dakota VT-CLA sudah mengantongi ijin pemerintah Inggris dan Belanda. Suryadarma-KSAU AU kala itu-pun diberitahu.

Senja itu, Suryadarma baru saja tiba dengan mobil jip-nya di Maguwo bersama putranya Erlangga. Di ujung cakrawala, terlihat pesawat Dakota VT-CLA melakukan approach. Para penumpangnya, Adisutjipto, Abdulrachman Saleh, AN Constantine (pilot), R Hazelhurst (ko-pilot), Adisumarmo Wiryokusumo (engineer), Bhida Ram, Nyonya Constantine, Zainal Arifin (wakil dagang RI), dan Gani Handonocokro, tentu bahagia karena sesaat lagi akan mendarat. Begitu juga Sudarjono yang lagi piket, akan bertemu dengan kakaknya.

Sekonyong-konyong, muncul dua pesawat P-40 Kitty Hawk Belanda dari arah utara yang langsung memberondong Dakota, pesawat sipil yang jelas-jelas membawa bantuan. Pesawat kehilangan ketinggian, melayang kencang dan menyambar sebatang pohon hingga badannya patah menjadi dua bagian. Begitu pesawat terhempas ke tanah, langsung terbakar. Suryadarma dan semua orang penunggu, berlarian ke arah pesawat naas.

Tak terbayangkan terpukulnya Suryadarma. Di depan matanya, terjadi pembunuhan terhadap anak buahnya. Sudarjono mencoba menembus kerumunan. "Saya hanya menemukan tas milik Mas Cip," tuturnya. Masih menurutnya, keadaan jenazah Adisutjipto utuh dan gampang dikenali. "Hanya pergelangan kakinya yang patah, sepertinya bagian dalamnya yang kena," jelas Sudarjono, purnawirawan mayor penerbang AURI.Peristiwa heroik ini, diperingati TNI AU sebagai hari Bakti TNI AU sejak tahun 1962. Almarhum dimakamkan di pemakaman Katolik Kuncen Yogyakarta. Karena jasa-jasanya, pangkatnya dinaikkan menjadi marsekal muda. Dan sejak 17 Agustus 1952, namanya diabadikan menjadi Lanud Adisutjipto (menggantikan Lanud Maguwo). tempat jatuhnya pesawat dakota di daerah ngoto,bantul Yogyakarta yang lebih di kenal dengan sebutan Monumen Ngoto.

No comments:

Post a Comment