Pada hari senin
wage tanggal 27 Desember 1948 jam 10 jembatan Bantar di duduki Belanda. Rumah
Pawirodaliyo dijadikan markas Belanda menduduki desa Bantar melalui 2 arah
yaitu sebagian dari mereka menyerang ke barat Kali Progo dengan merangkak pada jembatan
kereta api yang telah di rusak para gerilyawan , sedangkan sebagian lagi
langsung melalui jembatan Bantar itu sendiri.
Jembatan yang strategis itu
dijaga Belanda baik dari sebelah timur ditempatkan 81 orang serdadu termasuk
pemimpinnya dan di sebelah barat ditempatkan 30 orang serdadu. Persenjataan
mereka serba lengkap, dapur umum ditempatkan sebelah timur bantar dengan
mengambil juru masak dari rakyat sekitar bantar.
Dengan mengambil juru masak dari
rakyat ini jelas menguntungkan pihak pejuang karena juru masak mengerti secara
jelas situasi markas Belanda tiap harinya. Para pemuda sering menggunakan
kesempatan menanyakan kepada juru masak tersebut dan saling memberikan
informasi yang menguntungkan perjuangan seperti mengenai tempat penyimpanan persenjataan
Belanda, rencana penyerangan yang akan dilakukan Belanda terhadap para pejuang
dll. Informasi ini diberikan setelah juru masak itu pulang dari kerja.
Oleh para pembesar militer
ternyata bahwa markas Belanda yang ada di Bantar ini mendapat perhatian serius.
Di Kulon Progo yaitu di desa Semaken
pernah ada pertemuan antara Letkol Suharto, Letkol Sudarto dan Mayor Ventje
Sumual dimana intisarinya adalah Suharto merasa bahwa serangan umum malam hari
kurang memuaskan dan bertanya bagaimana pendapat yang hadir pada saat itu
apabila mengadapi kondisi seperti ini, Ventje Sumual mengusulkan bahwa Yogya
harus di serang pada siang hari dan Suharto menyatakan setuju dan Suharto
apabila serangan siang siang hari dilaksanakan dia meminta Letkol Sudarto untuk
mengikat Belanda yang ada di jembatan Bantar agar tidak memberikan bantuan ke
Yogyakarta. Letkol Sudarto sebagai pimpinan Sub Wehrkreise 106 mengatakan bahwa
senja tanggal 28 Februari 1949 pasukan SWK 106 meninggalkan pangkalan
masing-masing di Nanggulan (Ton pengawal), Sentolo (Ki Noer Moenir) dan Wates
(Satuan Teritorial/gerilya desa) bergerak mendekati sasaran, pembagian
posisinya yaitu Sektor tengah Ton Pengawal Oetoro sedangkan Sektor kiri dan
kanan oleh Satuan Teritorial/gerilya desa. Pertempuran di mulai jam 06.00 –
12.00 dan selanjutnya mengundurkan diri dan kembali ke pangkalan.
Sebelum di lakukan Serangan umum
1 Maret sebenarnya Jembatan Bantar ini telah di serang juga pada tanggal 4
Februari dan Tanggal 13 februari 1949 dengan tujuan mengadakan pengecekan
terhadap kesiapan serangan umum siang hari dan untuk pengalihan perhatian
Belanda yang berada di luar kota dengan
taktik penyesatan. Penyerangan tanggal 13 februari komandan WK III mengerahkan pasukan SWK 103A,
SWK 106, Yon 151 dan kompi Soedarsono dari Batalion III brigade 10. Dan
serangan ini kembali di ulang pada tanggal 23 dan 24 februari dengan unsur
pasukan yang sama dengan sasaran yang sama.
Sumber : Buku Patra Widya seri penelitian
Buku Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta, 1990